Rabu, 07 Desember 2011

WORST 10 FAKKTA TERBURUK



Buku ini menyajikan 10 hal terburuk dengan lebih dari 400 pengetahuan menarik di dunia yang akan memacu rasa ingin tahumu. Beberapa di antaranya menempatkan Indonesia di dalamnya. Bahkan, pada beberapa kategori, menempatkan Indonesia sebagai peringkat 1. Semua tersaji lengkap, kaya pengetahuan, dan lebih seru dengan gambar-gambar yang full color. Mulai dari gambar yang paling menyeramkan, menjijikkan, mematikan, berbahaya, paling tragis, hingga paling konyol.


Buku ini menyajikan 10 hal terburuk dengan lebih dari 400 pengetahuan menarik di dunia yang akan memacu rasa ingin tahumu. Beberapa di antaranya menempatkan Indonesia di dalamnya. Bahkan, pada beberapa kategori, menempatkan Indonesia sebagai peringkat 1. Semua tersaji lengkap, kaya pengetahuan, dan lebih seru dengan gambar-gambar yang full color. Mulai dari gambar yang paling menyeramkan, menjijikkan, mematikan, berbahaya, paling tragis, hingga paling konyol.

THE TWILIGHT SAGA : BREAKING DAWN PART 1


Like it or not, mau seberapa banyak juga laki-laki dan suami yang mengeluh sana-sini karena diajak pasangan atau istri mereka untuk menyaksikan film ini, kita tak akan pernah bisa menampik bahwa dari rekor-rekor yang diciptakannya, Twilight memang adalah sebuah saga terbesar dekade ini, baik novel maupun yang lebih gila lagi, adaptasi filmnya. So now, mengikuti trend yang sudah-sudah, bagian terakhir franchise ini dibagi menjadi dua bagian. Summit Entertainment juga agaknya sudah sejak jauh-jauh hari memusatkan seluruh energi mereka menyiapkan franchise anak emas mereka yang sudah menyumbang bukan cuma pundi-pundi uang, tapi prestis segudang. And yes, rotten or not, 'Breaking Dawn Part 1', lagi-lagi sudah mencetak rekor di opening weekend-nya. It's obvious. Bagian ini memang memiliki satu highlight yang paling ditunggu-tunggu penggemarnya sebesar casting bagian pertamanya dulu. Edward & Bella's wedding scenes, yang sampai menuai tuntutan dari Summit ke seorang wanita dari Argentina atas kebocoran online dari produksi yang tertutup rapat dengan penjagaan ketat. It was meant to be a surprise.

Bella Swan (Kristen Stewart) sudah menetapkan pilihannya pada Edward Cullen (Robert Pattinson). Pernikahan mereka berlangsung meriah dihadiri oleh seluruh keluarga, bahkan Jacob Black (Taylor Lautner) sekali pun di tengah-tengah kekecewaannya atas pilihan itu, juga karena khawatir atas keselamatan Bella nantinya. Edward dan Bella yang berbulan madu ke sebuah resort private di Brazil kemudian mulai berusaha beradaptasi ke kehidupan baru mereka. Kekhawatiran itu pun terjadi kala Bella mengandung. Tak ada yang bisa memprediksi nasibnya atas kandungan yang dengan cepat membesar dan menggerogoti tubuhnya secara masif, termasuk Carlisle Cullen (Peter Facinelli), namun Bella bersikukuh untuk mempertahankan kandungannya dengan resiko apapun. Sementara, ketua kumpulan werewolf, Sam Uley (Chaske Spencer), siap menyerang kediaman Cullen untuk membunuh Bella. Jacob pun berbalik, siap melawan clan-nya sendiri demi melindungi Bella. Sekarang hanya ada satu cara untuk menyelamatkan Bella. She turned into vampire, and Renesmee, the baby, born.

Kenyamanan penonton non-fans dan hatersnya sekalian, dari saga ketiga, 'Eclipse' yang jauh lebih seru dari 'New Moon' yang total menye-menye itu ternyata tak banyak membantu. Dimana-mana, masih saja banyak yang mencaci berimbang dengan dead fans-nya dibalik semua cheesy-ness sebagai nyawa asli franchise ini. Dan pihak Summit ternyata tetap setia ke style ini dan kabarnya malah menekan penulis skenario Melissa Rosenberg untuk menambah sisi girly dalam kepentingan romantisasi di part wedding yang sangat penting ini. Sampai grup Muse yang biasanya mengisi soundtracknya pun tak lagi muncul, serta penolakan terhadap Evanescence yang sudah menyiapkan lagu mereka. Faktor emo-rock yang kental dalam soundtracknya kini berganti dengan official themesong 'It Will Rain' dari Bruno Mars untuk semakin menekankan romantisme itu. However, pilihan mereka ke track-track serta scoring ini memang tetap sakti dengan tampilnya juga Adele serta wedding themesong andalannya, 'Flightless Bird American Mouth' dari band Iron & Wine. Adegan wedding dan honeymoon yang sempat mengkhawatirkan rating R itu memang muncul mendominasi hampir seperempat masa putar 'Breaking Dawn' secara sangat-sangat 'soap opera'-ish di bagian-bagian awal, tapi berbeda dengan 'New Moon' yang nyaris tanpa rasa, sinematografi Guillermo Navarro dengan shot-shot-nya yang serba indah sangat membantu membuatnya jadi bagian yang cukup terasa bagai gado-gado untuk dinikmati. Kadang sensual, lucu, juga serba canggung, dan Stewart bersama Pattinson, tak bisa dipungkiri, berchemistry semakin kuat disini. Awal yang bisajadi sangat draggy, bertele-tele, dan woman-oriented tanpa melupakan dialog-dialognya yang sedikit 'eewww', tapi tampil dengan tautan emosi yang kuat ke latar lovestory sebagai genre utamanya, dimana score dan alunan soundtrack itu hadir dengan kekuatan padu yang begitu menyatu.

Sulit memang untuk mengkritik penyutradaraan Bill Condon yang lantas mengembalikannya dengan cepat ke pace yang cukup padat di part perjuangan Bella melahirkan bayinya dengan rencana penyerangan para werewolf, but I'd say tak ada yang salah secara filmis. Condon, bagaimanapun sudah menghadirkan gayanya yang baru ke dalam franchise ini sekaligus sesuatu yang senafas dengan novel sebagai sumber adaptasi aslinya. Cast-nya yang semua hadir kembali juga tampil semakin solid termasuk Lautner yang tak lagi sekedar lari-lari dan pamer sixpack dada telanjangnya. Efek dan makeupnya juga terjaga bersama akting Stewart yang cukup intens meninggalkan Pattinson yang seakan tak diberi kesempatan lebih disini. So it's all up to you. 'Breaking Dawn Part 1' ini memang masih mempertahankan gaya franchisenya yang serba cheesy dan menye-menye, tapi tak lantas kehilangan emosi dalam bangunan konflik-konfliknya. Kalau masih perlu bandingannya dengan meninggalkan film pertama hanya sebagai awal, ini jauh lebih baik dari 'New Moon' namun masih sedikit di bawah 'Eclipse' untuk intensitas seru-seruannya. Well guys, sekali-sekali menyenangkan pasangan juga tak ada salahnya, kan? (dan)

Like it or not, mau seberapa banyak juga laki-laki dan suami yang mengeluh sana-sini karena diajak pasangan atau istri mereka untuk menyaksikan film ini, kita tak akan pernah bisa menampik bahwa dari rekor-rekor yang diciptakannya, Twilight memang adalah sebuah saga terbesar dekade ini, baik novel maupun yang lebih gila lagi, adaptasi filmnya. So now, mengikuti trend yang sudah-sudah, bagian terakhir franchise ini dibagi menjadi dua bagian. Summit Entertainment juga agaknya sudah sejak jauh-jauh hari memusatkan seluruh energi mereka menyiapkan franchise anak emas mereka yang sudah menyumbang bukan cuma pundi-pundi uang, tapi prestis segudang. And yes, rotten or not, 'Breaking Dawn Part 1', lagi-lagi sudah mencetak rekor di opening weekend-nya. It's obvious. Bagian ini memang memiliki satu highlight yang paling ditunggu-tunggu penggemarnya sebesar casting bagian pertamanya dulu. Edward & Bella's wedding scenes, yang sampai menuai tuntutan dari Summit ke seorang wanita dari Argentina atas kebocoran online dari produksi yang tertutup rapat dengan penjagaan ketat. It was meant to be a surprise.

Bella Swan (Kristen Stewart) sudah menetapkan pilihannya pada Edward Cullen (Robert Pattinson). Pernikahan mereka berlangsung meriah dihadiri oleh seluruh keluarga, bahkan Jacob Black (Taylor Lautner) sekali pun di tengah-tengah kekecewaannya atas pilihan itu, juga karena khawatir atas keselamatan Bella nantinya. Edward dan Bella yang berbulan madu ke sebuah resort private di Brazil kemudian mulai berusaha beradaptasi ke kehidupan baru mereka. Kekhawatiran itu pun terjadi kala Bella mengandung. Tak ada yang bisa memprediksi nasibnya atas kandungan yang dengan cepat membesar dan menggerogoti tubuhnya secara masif, termasuk Carlisle Cullen (Peter Facinelli), namun Bella bersikukuh untuk mempertahankan kandungannya dengan resiko apapun. Sementara, ketua kumpulan werewolf, Sam Uley (Chaske Spencer), siap menyerang kediaman Cullen untuk membunuh Bella. Jacob pun berbalik, siap melawan clan-nya sendiri demi melindungi Bella. Sekarang hanya ada satu cara untuk menyelamatkan Bella. She turned into vampire, and Renesmee, the baby, born.

Kenyamanan penonton non-fans dan hatersnya sekalian, dari saga ketiga, 'Eclipse' yang jauh lebih seru dari 'New Moon' yang total menye-menye itu ternyata tak banyak membantu. Dimana-mana, masih saja banyak yang mencaci berimbang dengan dead fans-nya dibalik semua cheesy-ness sebagai nyawa asli franchise ini. Dan pihak Summit ternyata tetap setia ke style ini dan kabarnya malah menekan penulis skenario Melissa Rosenberg untuk menambah sisi girly dalam kepentingan romantisasi di part wedding yang sangat penting ini. Sampai grup Muse yang biasanya mengisi soundtracknya pun tak lagi muncul, serta penolakan terhadap Evanescence yang sudah menyiapkan lagu mereka. Faktor emo-rock yang kental dalam soundtracknya kini berganti dengan official themesong 'It Will Rain' dari Bruno Mars untuk semakin menekankan romantisme itu. However, pilihan mereka ke track-track serta scoring ini memang tetap sakti dengan tampilnya juga Adele serta wedding themesong andalannya, 'Flightless Bird American Mouth' dari band Iron & Wine. Adegan wedding dan honeymoon yang sempat mengkhawatirkan rating R itu memang muncul mendominasi hampir seperempat masa putar 'Breaking Dawn' secara sangat-sangat 'soap opera'-ish di bagian-bagian awal, tapi berbeda dengan 'New Moon' yang nyaris tanpa rasa, sinematografi Guillermo Navarro dengan shot-shot-nya yang serba indah sangat membantu membuatnya jadi bagian yang cukup terasa bagai gado-gado untuk dinikmati. Kadang sensual, lucu, juga serba canggung, dan Stewart bersama Pattinson, tak bisa dipungkiri, berchemistry semakin kuat disini. Awal yang bisajadi sangat draggy, bertele-tele, dan woman-oriented tanpa melupakan dialog-dialognya yang sedikit 'eewww', tapi tampil dengan tautan emosi yang kuat ke latar lovestory sebagai genre utamanya, dimana score dan alunan soundtrack itu hadir dengan kekuatan padu yang begitu menyatu.

Sulit memang untuk mengkritik penyutradaraan Bill Condon yang lantas mengembalikannya dengan cepat ke pace yang cukup padat di part perjuangan Bella melahirkan bayinya dengan rencana penyerangan para werewolf, but I'd say tak ada yang salah secara filmis. Condon, bagaimanapun sudah menghadirkan gayanya yang baru ke dalam franchise ini sekaligus sesuatu yang senafas dengan novel sebagai sumber adaptasi aslinya. Cast-nya yang semua hadir kembali juga tampil semakin solid termasuk Lautner yang tak lagi sekedar lari-lari dan pamer sixpack dada telanjangnya. Efek dan makeupnya juga terjaga bersama akting Stewart yang cukup intens meninggalkan Pattinson yang seakan tak diberi kesempatan lebih disini. So it's all up to you. 'Breaking Dawn Part 1' ini memang masih mempertahankan gaya franchisenya yang serba cheesy dan menye-menye, tapi tak lantas kehilangan emosi dalam bangunan konflik-konfliknya. Kalau masih perlu bandingannya dengan meninggalkan film pertama hanya sebagai awal, ini jauh lebih baik dari 'New Moon' namun masih sedikit di bawah 'Eclipse' untuk intensitas seru-seruannya. Well guys, sekali-sekali menyenangkan pasangan juga tak ada salahnya, kan? (dan)

Senin, 28 November 2011

DUA TANGIS RIBUAN TAWA




JAKARTA - Produktivitas Dahlan Iskan tak jua pudar. Kali ini, mantan dirut PLN ini meluncurkan buku "Dua Tangis dan Ribuan Tawa".


Dahlan mengatakan, ini adalah buku ke delapan yang pernah dihasilkannya. "Tapi, ini adalah buku pertama sejak saya jadi dirut PLN," ujarnya saat launching tadi malam (2/11).

Launching yang dilakukan di kompleks supermall Gandaria City, Jakarta Selatan, ini dihadiri sekitar 100 orang, baik dari karyawan PLN maupun pengunjung mall.

Menurut Dahlan, bukunya tersebut merupakan kumpulan tulisannya semasa masih menjabat dirut PLN. Tulisan bertajuk CEO Notes tersebut ditampilkan di website PLN, juga dimuat di Jawa Pos. "Kira-kira, setiap dua minggu sekali saya menulis CEO Notes," katanya.

Dahlan mengatakan, tulisan menjadi sarana paling efektif dan efisien untuk menjangkau 50 karyawan PLN yang tersebar di seluruh Indonesia. "Komunikasi seperti ini sangat penting agar pikiran-pikiran pemimpin tertinggi di perusahaan, bisa menjangkau seluruh karyawan, bahkan hingga level terbawah. Tapi, jujur saja, saya akan lebih bahagia jika saya masih menjadi dirut PLN ketika buku ini diluncurkan," ucapnya.

Sebenarnya, lanjut dia, masih banyak CEO Notes yang belum masuk dalam buku tersebut. "Jadi, kalau nanti laris, Insya Allah akan ada edisi ke dua," ujarnya disambut tawa pengunjung.

Terkait judul "Dua Tangis dan Ribuan Tawa", kata Dahlan, diambil dari salah satu tulisannya ketika 6 bulan menjabat sebagai dirut PLN. "Selama enam bulan itu, saya menangis dua kali, tapi bisa tertawa bahagia ribuan kali," ucapnya.

"Jadi, selama di PLN, saya menangis tiga kali. Yang ke tiga ketika saya harus meninggalkan PLN karena ditunjuk menjadi menteri BUMN," katanya, kali ini disambut riuh tepuk tangan hadirin



JAKARTA - Produktivitas Dahlan Iskan tak jua pudar. Kali ini, mantan dirut PLN ini meluncurkan buku "Dua Tangis dan Ribuan Tawa".


Dahlan mengatakan, ini adalah buku ke delapan yang pernah dihasilkannya. "Tapi, ini adalah buku pertama sejak saya jadi dirut PLN," ujarnya saat launching tadi malam (2/11).

Launching yang dilakukan di kompleks supermall Gandaria City, Jakarta Selatan, ini dihadiri sekitar 100 orang, baik dari karyawan PLN maupun pengunjung mall.

Menurut Dahlan, bukunya tersebut merupakan kumpulan tulisannya semasa masih menjabat dirut PLN. Tulisan bertajuk CEO Notes tersebut ditampilkan di website PLN, juga dimuat di Jawa Pos. "Kira-kira, setiap dua minggu sekali saya menulis CEO Notes," katanya.

Dahlan mengatakan, tulisan menjadi sarana paling efektif dan efisien untuk menjangkau 50 karyawan PLN yang tersebar di seluruh Indonesia. "Komunikasi seperti ini sangat penting agar pikiran-pikiran pemimpin tertinggi di perusahaan, bisa menjangkau seluruh karyawan, bahkan hingga level terbawah. Tapi, jujur saja, saya akan lebih bahagia jika saya masih menjadi dirut PLN ketika buku ini diluncurkan," ucapnya.

Sebenarnya, lanjut dia, masih banyak CEO Notes yang belum masuk dalam buku tersebut. "Jadi, kalau nanti laris, Insya Allah akan ada edisi ke dua," ujarnya disambut tawa pengunjung.

Terkait judul "Dua Tangis dan Ribuan Tawa", kata Dahlan, diambil dari salah satu tulisannya ketika 6 bulan menjabat sebagai dirut PLN. "Selama enam bulan itu, saya menangis dua kali, tapi bisa tertawa bahagia ribuan kali," ucapnya.

"Jadi, selama di PLN, saya menangis tiga kali. Yang ke tiga ketika saya harus meninggalkan PLN karena ditunjuk menjadi menteri BUMN," katanya, kali ini disambut riuh tepuk tangan hadirin

PLEASE LOOK AFTER MOM




Awalnya saya tertarik dengan buku ini karena sering di-mention di Twitter. Katanya bukunya bagus. Jadi sewaktu melihatnya di toko buku Gramedia, langsung saja saya beli, barengan sama buku “2″ karya Donny Dhirgantoro. Resensinya menyusul ya, setelah resensi buku ini .

“Please Look After Mom” ini mengisahkan tentang sebuah keluarga yang kehilangan sosok ibu. Seorang suami yang kehilangan isterinya, anak-anak yang kehilangan ibunya.

Ceritanya berawal ketika sang ibu hilang di stasiun kereta di Seoul saat hendak pergi ke rumah anaknya bersama suaminya. Saat suaminya sadar bahwa isterinya tidak ikut masuk ke dalam kereta bersamanya, semuanya sudah terlambat. Isterinya hilang entah ke mana. Dan sejak saat itu tak pernah ditemukan lagi.

Dari kejadian hilangnya sang ibu, perlahan satu per satu anggota keluarganya mulai teringat akan kenangan-kenangan mereka bersama Ibu. Cerita dibagi atas 4 bagian yang masing-masing ditulis berdasarkan pada pandangan 4 tokoh, yaitu Chi Hon, Hyong Chol, sang Ayah, dan Ibu sendiri.

Uniknya dari buku ini, bagian Chi Hon dan Ayah ditulis dengan menggunakan subyek “kamu”, seolah penulis ingin menyentil hati setiap pembacanya bahwa kita sama seperti mereka dalam hal memperlakukan ibu.

Chi Hon digambarkan sebagai seorang anak yang berkarir sebagai penulis terkenal, namun sering lupa menghubungi ibunya karena terlalu sibuk dengan pekerjaan, sering mengasari dan bahkan tidak memedulikan ibunya. Sedangkan Ayah digambarkan sebagai seorang suami yang kurang bertanggung jawab terhadap keluarga dan seringkali tidak menghargai isterinya.

Dan ada Hyong Chol yang merupakan anak pertama sekaligus anak kesayangan ibu. Karena melihat betapa menderitanya ibu, maka dia berjanji untuk menjadi seorang jaksa. Hanya saja, Hyong Chol tidak pernah menjadi jaksa.

Secara keseluruhan, karakter dari ketiga tokoh tersebut mencerminkan perilaku yang seringkali kita lakukan terhadap sosok ibu. Dan cerita ini seolah ingin mengingatkan kepada para pembaca betapa pentingnya kehadiran dan peranan seorang ibu, betapa besar cinta seorang ibu untuk anak-anak dan suaminya, meskipun seringkali dikecewakan dan disakiti. Namun yang terpenting adalah buku ini seakan meminta pembacanya untuk selalu menjaga, mengharagi dan mencintai sosok ibu dalam kehidupannya.



Awalnya saya tertarik dengan buku ini karena sering di-mention di Twitter. Katanya bukunya bagus. Jadi sewaktu melihatnya di toko buku Gramedia, langsung saja saya beli, barengan sama buku “2″ karya Donny Dhirgantoro. Resensinya menyusul ya, setelah resensi buku ini .

“Please Look After Mom” ini mengisahkan tentang sebuah keluarga yang kehilangan sosok ibu. Seorang suami yang kehilangan isterinya, anak-anak yang kehilangan ibunya.

Ceritanya berawal ketika sang ibu hilang di stasiun kereta di Seoul saat hendak pergi ke rumah anaknya bersama suaminya. Saat suaminya sadar bahwa isterinya tidak ikut masuk ke dalam kereta bersamanya, semuanya sudah terlambat. Isterinya hilang entah ke mana. Dan sejak saat itu tak pernah ditemukan lagi.

Dari kejadian hilangnya sang ibu, perlahan satu per satu anggota keluarganya mulai teringat akan kenangan-kenangan mereka bersama Ibu. Cerita dibagi atas 4 bagian yang masing-masing ditulis berdasarkan pada pandangan 4 tokoh, yaitu Chi Hon, Hyong Chol, sang Ayah, dan Ibu sendiri.

Uniknya dari buku ini, bagian Chi Hon dan Ayah ditulis dengan menggunakan subyek “kamu”, seolah penulis ingin menyentil hati setiap pembacanya bahwa kita sama seperti mereka dalam hal memperlakukan ibu.

Chi Hon digambarkan sebagai seorang anak yang berkarir sebagai penulis terkenal, namun sering lupa menghubungi ibunya karena terlalu sibuk dengan pekerjaan, sering mengasari dan bahkan tidak memedulikan ibunya. Sedangkan Ayah digambarkan sebagai seorang suami yang kurang bertanggung jawab terhadap keluarga dan seringkali tidak menghargai isterinya.

Dan ada Hyong Chol yang merupakan anak pertama sekaligus anak kesayangan ibu. Karena melihat betapa menderitanya ibu, maka dia berjanji untuk menjadi seorang jaksa. Hanya saja, Hyong Chol tidak pernah menjadi jaksa.

Secara keseluruhan, karakter dari ketiga tokoh tersebut mencerminkan perilaku yang seringkali kita lakukan terhadap sosok ibu. Dan cerita ini seolah ingin mengingatkan kepada para pembaca betapa pentingnya kehadiran dan peranan seorang ibu, betapa besar cinta seorang ibu untuk anak-anak dan suaminya, meskipun seringkali dikecewakan dan disakiti. Namun yang terpenting adalah buku ini seakan meminta pembacanya untuk selalu menjaga, mengharagi dan mencintai sosok ibu dalam kehidupannya.

Selasa, 15 November 2011

RADIO GALAU FM


frequensi patah dan cinta yang kandas

frequensi patah dan cinta yang kandas

The Story book of Just alvin

Selasa, 04 Oktober 2011

SYUKUR TIADA AKHIR: JEJAK LANGKAH JAKOB OETAMA



Perjalanan Harian Kompas -yang terbit pertama tanggal 28 Juni 1965 dan didirikan oleh Petrus Kanisius Ojong (1920-1980) dan Jakob Oetama- tak bisa lepas dari tiga titik balik yang menentukan. Pertama, keputusan Jakob Oetama siap memikul tanggung jawab menandatangani surat permintaan maaf, dini hari 5 Oktober 1978. Kedua, keputusan Jakob Oetama memilih profesi jurnalistik sebagai panggilan hidup. Ketiga, kepergian P.K. Ojong yang mendadak tanggal 31 Mei 1980, padahal selama ini urusan bisnis menjadi tanggung jawabnya, sementara urusan redaksi tanggung jawab Jakob Oetama.

Apa yang bakal terjadi andaikan Jakob Oetama tidak mengambil alih tanggung jawab? Kompas mungkin akan tinggal nama, menjadi salah satu fosil korban pemberedelan. Andai Jakob Oetama menjadi dosen dan dikirim mengambil program doktor di Universitas Leuven, Belgia atau University of Columbia, AS seperti yang dijanjikan, mungkin tidak akan lahir koran dengan terobosan-terobosan mencerahkan, yang merupakan bagian dari usaha survival-nya di bawah pemerintahan represif Soeharto.

Banyak pengandaian yang lain, yang jelas sekian suku usaha tumbuh dan berkembang di bawah nama Jakob Oetama, sosok sederhana yang lebih senang disebut wartawan daripada pengusaha; yang selalu menyebut keberhasilan Kompas adalah berkat kerja keras, sinergi, dan karena diberkati Allah. Seolah-olah semua terjadi secara kebetulan, tetapi sebenarnya semua terjadi berkat penyelenggaraan Allah (providentia dei).

Un journal c’est un monsieur, koran itu bersosok, kata pepatah Perancis. Karena sosok Jakob Oetama, Kompas pun bersosok. Begitu pula sebaliknya.

Deus, gratias agimus tibi. Tuhan, kami bersyukur pada-Mu!


Perjalanan Harian Kompas -yang terbit pertama tanggal 28 Juni 1965 dan didirikan oleh Petrus Kanisius Ojong (1920-1980) dan Jakob Oetama- tak bisa lepas dari tiga titik balik yang menentukan. Pertama, keputusan Jakob Oetama siap memikul tanggung jawab menandatangani surat permintaan maaf, dini hari 5 Oktober 1978. Kedua, keputusan Jakob Oetama memilih profesi jurnalistik sebagai panggilan hidup. Ketiga, kepergian P.K. Ojong yang mendadak tanggal 31 Mei 1980, padahal selama ini urusan bisnis menjadi tanggung jawabnya, sementara urusan redaksi tanggung jawab Jakob Oetama.

Apa yang bakal terjadi andaikan Jakob Oetama tidak mengambil alih tanggung jawab? Kompas mungkin akan tinggal nama, menjadi salah satu fosil korban pemberedelan. Andai Jakob Oetama menjadi dosen dan dikirim mengambil program doktor di Universitas Leuven, Belgia atau University of Columbia, AS seperti yang dijanjikan, mungkin tidak akan lahir koran dengan terobosan-terobosan mencerahkan, yang merupakan bagian dari usaha survival-nya di bawah pemerintahan represif Soeharto.

Banyak pengandaian yang lain, yang jelas sekian suku usaha tumbuh dan berkembang di bawah nama Jakob Oetama, sosok sederhana yang lebih senang disebut wartawan daripada pengusaha; yang selalu menyebut keberhasilan Kompas adalah berkat kerja keras, sinergi, dan karena diberkati Allah. Seolah-olah semua terjadi secara kebetulan, tetapi sebenarnya semua terjadi berkat penyelenggaraan Allah (providentia dei).

Un journal c’est un monsieur, koran itu bersosok, kata pepatah Perancis. Karena sosok Jakob Oetama, Kompas pun bersosok. Begitu pula sebaliknya.

Deus, gratias agimus tibi. Tuhan, kami bersyukur pada-Mu!
 

About

Site Info

Anda ingin membuat sms gratis seperti ini Klik di sini

GRAMEDIA KEDIRI Copyright © 2009 Community is Designed by Bie Converted To Community Galleria by Cool Tricks N Tips